Rabu, 28 Juli 2010

Banurusman Astrosemitro Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 1993–1996

Banurusman Astrosemitro

Banurusman Astrosemitro (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 September 1941; umur 68 tahun) adalah mantan Kapolri peridoe 1993 - 1996. Di kota kecil di kaki Gunung Galunggung itulah Banu menghabiskan masa remajanya, dengan me-namatkan pendidikan di SMA Negeri Tasikmalaya. Lalu, pada tanggal 1 September 1961, dia masuk dinas kepolisian dengan mengikuti serangkaian pendidikan kepolisian, hingga tamat pada Februari 1965 dengan pangkat Letnan Satu.

Pribadi dan sosok Kapolri Banurusman Astrosemitro hampir tidak dapat dipisahkan dari Polri. Ada beberapa alasan utama mengapa kesimpulan itu layak ditarik. Pertama-tama Banurusman meniti kariernya dari bawah, yakni dari mulai pangkat Letnan Satu. Tetapi kemudian terbukti dia bukan saja berhasil mencapai pangkat tertinggi, Jenderal penuh, tetapi juga sekaligus berhasil menduduki jabatan Kapolri. Kemudian, jejak pengabdian dan kiprahnya di Polri juga tidak dapat diabaikan. Dia antara lain ikut membidani lahirnya manajemen operasional Situpak (Situasi, Tugas, Pelaksanaan, Administrasi, Komando dan Pengendalian). Begitu juga Banurusman lewat operasi intelejennya ikut memberantas dan membersihkan kekuatan sisa-sisa G-30 S/PKI sewaktu bertugas Polda Metro Jaya.

Pertimbangan lain, keluarga Banurusman termasuk "Keluarga Polri." Istrinya sendiri dulu ketika disunting bertugas sebagai Polisi Wanita (Polwan). Kini anak lelakinya juga terjun sebagai anggota Polri. Apalagi terbukti lebih dari separuh usianya memang dihabiskan untuk mengabdi kepada Polri. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila pribadi dan sosok Banurusman melekat erat pada Polri. Banurusman dilantik menjadi Kapolri ke-12 oleh Presiden Soeharto 6 April 1993 di Istana Negara, Jakarta. Banu, panggilan akrabnya, yang waktu itu berpangkat Letnan Jenderal, menggantikan Jenderal (Pol) Drs. Kunarto. Empat hari kemudian, di Mabes Polri, dilakukan upacara serah terima jabatan dari Kunarto kepada Banu.

Mengawali tugasnya sebagai Kapolri, Banu mengeluarkan kebijakan "Jati Diri Polri," yang intinya berisi agar setiap prajurit Polri selalu mengingat jati dirinya sebagai Polri. Dari kepemimpinan tampak jelas Banu bukanlah tipe orang yang senang menonjolkan diri sendiri. Dia pun selalu mengakui dan mengikuti hal-hal positif yang telah dirintis dan dikembangkan pendahulunya. Itulah sebabnya moto yang dicanangkannya sebagai Kapolri pun "Tekadku Pengabdian Terbaik, Sukses Melalui Kebersamaan, dan Suksesku adalah Senyummu." Dari moto ini terlihat dia mempertahankan moto dari pendahulunya yang memang sudah baik, dan menambahkannya sesuai dengan tuntutan pelayan masyarakat dengan mencanangkan Strategi Peningkatan Pelayan Masyarakat. Banu juga sadar dalam menjalankan tugasnya Polri memerlukan dialog yang terus menerus dengan masyarakatnya. Maka Banu pun mengeluarkan konsep "Senyum, Sapa dan Salam".

Tugas pertamanya di kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Di kota itu pula dia sempat menjabat Komandan Kompi B, Batalyon 935 Brimob. Dari Pare-Pare, tahun 1967 dia hijrah ke Jakarta melanjutkan studinya di PTIK. Setamat PTIK tahun 1970, Banu ditugaskan di Polda Metro Jaya sebagai Intelijen Zeni untuk membantu Kasi PKN. Dalam hal ini, peran intelijen sungguh vital dalam upaya membersihkan sisa-sisa pelaku G-30-S/PKI. Selain turut dalam pembersihan G-30-S/PKI, dia pun aktif mengawasi Orang Asing dan gerakan-gerakan Ormas yang berfusi untuk menghadapi Pemilu 1971.

Rupanya. dalam perjalanan kariernya Banu sering memperoleh beban tugas yang berat dan menantang. Tempaan pengalaman-pengalaman inilah yang kelak membuatnya memiliki kepemimpinan yang matang. Misalnya dia juga ditugaskan sebagai Perwira Operasi KP-3 Tanjung Priok, yang kala itu terkenal rawan dan penyelundupan merajalela. Betapapun sederet tugas itu terasa berat, tapi dia tetap melaksanakannya dengan baik dan penuh pengabdian. Tahun 1974 dia ditunjuk sebagai Spri Kasum ABRI.

Berikut tahun 1975-1976, dia mengikuti Sespim pada Susreg II di Bandung. Setelah itu menjabat Kabag Samapta di Komtares Malang. Tahun berikutnya, dia menjadi Kapolres Banyuwangi selama dua setengah tahun. Kemudian menjabat Kasi Intelpam di Polda Jawa Timur selama sembilan bulan. Banu lantas dipindahkan ke Polda Sulselra di Ujungpandang dengan jabatan Asisten Intelijen, hingga tahun 1982. Dari sana Banu kembali lagi ke Jawa Barat. Jabatan barunya waktu itu sebagai Asintel Polda Jabar. Lalu menjadi Kapolwil Banten dari tahun 1985 sampai tahun 1986. Dari Banten, dia ditugaskan menjadi Kapolwil Cirebon. Kendati di Cirebon hanya 10 bulan, namun dia sempat membuat prestasi gemilang dengan menggulung sekelompok pelaku pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Pom Bensin Tuparev. Ternyata, kasus Tuparev ini merupakan buntut kegiatan ekstrim kanan dengan kategori subversif.

Sejak awal sudah terlihat Banurusman memang cemerlang. Dia selalu berupaya menelurkan gagasan inovatifnya demi kemajuan Polri. Tidak heran bila dia turut aktif dalam membidani manajemen operasional Situpak (Situasi, Tugas, Pelaksanaan, Admi-nistrasi, Komando dan Pengendalian). Setelah menjelajah Pulau Jawa dan Indonesia Timur (Sulawesi), Banu dipromosikan menjadi WakaPolda Sumatera Utara di Medan. Selagi masih menjabat WakaPolda itu, dia dipanggil untuk mengikuti pendidikan Lemhannas dan setelah rampung ditugaskan menjadi WakaPolda Metro Jaya (1989-1990). Kemudian tugas baru selaku Dir Bimmas Polri sudah menunggunya.

Selama di Mabes Polri itu, dia termasuk salah seorang pemrakarsa terbentuknya Bintara Pariwisata dan Babin Kamtibmas. Memasuki tahun 1991, Banurusman meninggalkan Jakarta, dan menjabat Kapolda Jabar di Bandung. Setelah itu dia menjadi Kapolda Metro Jaya, selama 1992 hingga awal 1993. Akhirnya, pada April 1993, Banurusman dilantik oleh Presiden Soeharto menjadi Kapolri menggantikan pendahulunya, Jenderal Polisi Drs Kunarto. Kini, Banu dikaruniai tiga orang anak, seorang putra dan dua orang putri. Sang sulung, anak lelakinya, Urip Witnu Laksana, kini mengikuti jejak ayah-nya menjadi prajurit Polri. Anaknya yang kedua dan ketiga, masing-masing bernama Ratih Jelantik Pustikasari dan Pika Rustia Cempaka. dan sudah dikaruniai 6 orang cucu. Dania laksana , Tania Laksana , Win Wicaksana , almarhum Salwa , Nayla , Dan Davian Satya Danendra. dan salah seorang cucunya yang bernama Tania Laksana juga menggeluti bidang hukum. sekarang ia sedang berkuliah di Universitas Trisakti, Fakultas Hukum.

http://id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar